Wednesday, 2 April 2025

Tarombo Raja Sitepang

Raja Sitempang/Raja Natanggang adalah anak Raja Nai Ambaton. Atau dengan kata lain mereka adalah Keturunan Si Raja Batak dari garis keturunan Isumbaon yang sering disebut garis Mataniari, berbeda dengan garis keturunan Guru Tatea Bulan yang disebut garis Bulan. Raja Sitempang menikah dengan Siboru Portimataniari [1] yang melahirkan Raja Natanggang yang terkenal dengan sebutan Raja Pangururan. Selanjutnya Raja Pangururan menikah dengan boru dari Baho Raja dan mempunyai 3 Orang anak yaitu, Raja Tanjabau dikenal sebagai Raja Panungkunan, Raja Pangadatan dan Raja Sigalingging dikenal Raja Pangulu oloan. Kemudian Tanjabau melahirkan anak bernama Sitanggang Bau, dan mempunyai dua anaknya yang diberi nama Raja Sitempang 1 dan Raja Tinita. Selanjutnya Raja Sitempang 1 melahirkan Sitempang 2. Keturunan Sitempang 2 pada generasi ke enam dari Raja Tanjabau, mengangkat Anak Sitanggang Gusar yang datang dari marga Sijabat dan kini dikenal menggunakan Sitanggang Gusar. Anak Kedua dari Raja Sitanggang, Raja Pangadatan mempunyai 3 orang anak yaitu, Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar dan Sitanggang Silo. Sedangkan Raja Sigalingging (Pangulu oloan) mempunyai 3 anak yaitu Guru Mangarissan, Raja Tinatea, Namora Pangujian menggunakan marga Sigalingging dan anak sulungnya Guru Mangarissan hijerah ke Humbang dan melahirkan 3 anak yakni Op Limbong, Op Bonar, Op Bada (Mpu Bada), anak bungsu Mpu Bada hijerah ke Barus Manduamas memiliki anak bernama: Tendang, Banurea, Manik, Beringin, Gaja, Barasa, sebagian keturunannya hijerah ke Dairi dan ada juga keturunan Banurea menggunakan marga: Boangmanalu, Bancin. Keturunan lain Sigalingging anak dari Op Harinuan yang hijerah ke Raya Simalungun memakai marga Garingging. Dari Sitanggang Silo yang merupakan anak ketiga dari Raja Pangadatan, mempunyai tiga anak yaitu Manggilang Bosi (Silo), Sitabi Dalan (Manihuruk) dan Silapsap Bosi (Sidauruk). Sitanggang Silo tetap menggunakan Sitanggang tetapi Manihuruk dan Sidauruk sudah menggunakan namanya menjadi marga sampai saat ini. Turi turian Raja Sitempang Raja Sitempang [1] adalah salah satu anak Tuan Sorba Dijulu atau Raja Naiambaton atau Ompu Sindar Mataniari. Si Tempang berasal dari kata tempang yang artinya timpang atau pincang. Awalan Si berarti menyatakan sifat menjadi gelar tulut yang arti nama itu Si Pincang. Mengapa nama itu demikian sebab dia memang lahir cacat kakinya hanya satu dempet tetapi jarinya 7 (tujuh). Inilah Silsilahnya: Raja Odap-odap kawin dengan Si Boru Parujar anaknya adalah Raja Ihat Manisia. Raja Ihat Manisia kawin dengan Si Boru Ihat Manisia anaknya adalah Si Raja Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 anak yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Raja Isumbaon kawin dengan Si Boru Biding Laut I anaknya bernama Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 orang anak yaitu Tuan Sorba Dijulu (Naiambaton), Tuan Sorbadijae (Nairasaon) dan Tuan Sorba dibanua (Naisuanon). Tuan Sorba di Julu kawin dengan Si Boru Biding Laut ke II anaknya adalah Ompu Sindar Mataniari Raja Nai Ambaton mempunyai 2 isteri. Istri I adalah Si Boru Biding Laut III, dari istri I ini mereka mempunyai 1 orang anak perempuan dan 2 orang anak laki-laki. Yang perempuan bernama Si Boru Pinta Haumason. Yang laki-laki pertama bergelar Guru So Dundangon (kembar dengan Si Boru Pinta Haumason). Menurut legenda Guru So Dundangon terlahir dengan kesaktian, sehingga wujudnya tidak serupa dengan manusia biasa, ia berwujud seperti Ular Naga yang besar saat siang, dan malam berubah menjadi lelaki dengan wajah yang teramat tampan. Legenda tentang Guru So Dungdangon tak hanya tersohor di Pangururan tetapi sampai ke desa-desa tempat marga-marga lain, dan Guru So Dundangon dikenal sebagai ‘manusia setengah dewa’ dan disembah oleh sebagian orang. Selanjutnya dalam suatu kisah lain Guru So Dundangon karena kesaktiannya harus pergi meninggalkan keluarganya terutama saudara kembarnya Si Boru Pinta Haumason ke negeri yang jauh untuk mengamalkan kesaktiannya itu, tak diketahui dimana ia tinggal dan siapa keturunannya. Lalu putra kedua dari istri Si Boru Biding Laut III adalah Raja Sitempang. Kelak dialah yang meneruskan kerajaan Isumbaon di Pangururan Samosir, dan keturunannya bergelar Raja Pangururan. Istri II Raja Nai Ambaton adalah Si Boru Anting-anting. Si Boru Anting -anting mempunyai 1 orang anak laki-laki yaitu Raja Nabolon. Tidak diketahui siapa yang lebih dulu lahir apakah Raja Sitempang atau Raja Nabolon, tetapi Raja Sitempang adalah putra dari istri yang pertama. Dia adalah salah satu perwaris kerajaan Raja Nai Ambatan bersama dengan saudaranya Raja Nabolon yang saat itu sudah sempat dipandang oleh masyarakat sebagai pewaris tahta kerajaan. Raja Nai Ambaton bertekat bahwa mereka harus tetap satu. Raja Nai Ambaton sebagai Raja yang bijaksana . Dia tidak ngin kedua anak laki-lakinya yang tersisa itu berselisih paham tentang kerajaan dan harta. Kerajaan yang selalu mendapat serangan dari raja- raja yang lain untuk merebut keajaan itu harus tetap satu dalam kekuatan dan satu dalam perjuangan. Maka Raja Nai Ambaton membuat ikatan janji mereka aga tetap satu yang disebut dengan Padan. Padan itu berbunyi “   Di hamu anakhu nadua, Raja Sitempang dohot Raja Nabolon nasada harajaon sian pomparan ni Raja Isumbaon, tonahononhu ma tu hamu rodi tu pinomar mu dohot tupinompar ni pinompar mu . Ingkon sisada anak , sisada boru , sisada lulu dianak, sisada lulu di boru. Pinompar Raja Nai Ambata tung naso jadi masiolian. Manang ise namanompas padan, manjakit tu hau sitabaon, marlange tu aek sinongnongon Dan Raja Sitempang di usianya yang tidak lagi muda, dipertemukan oleh Mulajadi Nabolon dengan jodoh Si Boru Porti Mataniari, putri Si Raja Oloan yang usianya terpaut jauh. Mereka membangun kerajaan baru meneruskan kerajaan kakeknya Raja Isumbaon dan ayahnya Raja Nai Ambaton. Raja Sitempang dan Boru Porti Mataniari mempunyai 1 orang anak yang bernama Raja Sitanggang. Nama Sitanggang diberikan berdasarkan sejarah ayahnya Raja Sitempang yang akhirnya sembuh dari cacat, dimana kakinya Tanggang atau Ganggang yang berarti lepas atau sembuh. Raja Si-Tanggang inilah yang kemudian membesarkan kerajaan ayahnya hingga diberi gelar Raja Pangururan dan mempunyai tiga anak yaitu Raja Tanjabau (Panungkunan) yang kemudian menjadi pewaris kerajaannya, Raja Pangadatan dan bungsu Raja Sigalingging dijuluki gelar Pangulu Oloan akhirnya keturunannya mengabadikan marga Sigalingging. Usia Raja Sitanggang terpaut jauh dari usia saudara sepupunya, putra-putra Raja Nabolon yaitu Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua yang semuanya sudah berumur jauh di atas Raja Sitanggang karena ayahnya sudah masuk usia tua saat Raja Sitanggang lahir. Bahkan usia Raja Sitanggang diperkirakan hampir sama dengan Tuan Suri Raja anak dari Simbolon Tua yang dalam hal ini adalah keponakannya, dan mereka berdua tumbuh bersama. Inilah sebabnya banyak versi mengatakan bahwa Raja Sitanggang satu generasi di bawah Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua. Setelah Raja Sitempang wafat maka anaknya Raja Sitanggang yang kemudian bergelar Raja Pangururan melanjutkan kerajaannya sampai pada puncak kejayaannya. Raja Pangururan dan Tuan Suri Raja putra dari Simbolon Tua kawin dengan kakak beradik putri dari Baho Raja cucu Si Raja Oloan. Raja Pengururan dan Tuan Suri Raja sebagai putra sulung dari Raja Simbolon Tua disebut marpariban. Tetapi mereka adalah sama-sama keturunan dari Raja Nai Ambaton meskipun berbeda generasi (Raja Sitanggang adalah satu generasi dengan Simbolon Tua ayah dari Tuan Suri Raja), namun karena sudah menikahi putri Baho Raja maka mereka menjadi marhahamaranggi. Maka makin erat dan menyatulah keturunan Raja Sitempang dengan Raja Nabolon, demikian pula Raja Sitanggang dan Raja Simbolon Tua dalam hal ini diwakili oleh putra sulungnya Tuan Suri Raja. Untuk memperkuat kerajaan di sekitar tanah Isumbaon maka mereka bergabung dengan kerajaan Marga Naibaho seluruhnya ada di sekitar Pangururan. Pemilik tanah harajaon itu disebut Sitoluhae Horbo yaitu Marga Naibaho dan Marga Sitanggang dan Marga Simbolon. Keturunan Raja Sitempang yang bermarga Sitanggang dan keturunan Simbolon Tua yang bermarga Simbolon semakin menyatu dalam hati dan cinta, maka muncullah sebutan sehar-hari   Sitanggang do Simbolon dan Simbolon do Sitanggang . Hal itu diteguhkan dengan janji yang diwariskan oleh kakek mereka yaitu padan ni Nai Ambaton. Maka timbullah perkataan:   Sanggar tolong baringin jabi-jabi, Sitanggang Simbolon sisada urdot sisada tahi . Yang artinya Sitanggang dan Simbolon senantiasa bersatu seiya sekata, sebagai saudara menghadapi segala permasalahan. TAROMBO RAJA SITEMPANG ANAK NI RAJA NAIAMBATON I. RAJA BATAK, anakna tiga: Guru Tatea Bulan Raja Isumbaon Toga Laut II.2. RAJA ISUMBAON, anakna tolu: Raja Sorimangaraja Raja Asi-asi Sangkar Somalindang III.1. RAJA SORIMANGARAJA, anakna tolu: Sorba Dijulu/Naiambaton Sorba Dijae/Nairasaon Sorba Dibanua/Naisuanon IV.1. SORBA DIJULU, anakna Raja Sitempang / Raja Natanggang Raja Nabolon V.1. RAJA SITEMPANG, anakna dua: Raja Hatorusan Raja Sitanggang (Raja Pangururan) V.2. Raja Nabolon anakna: Simbolon Tua Tamba Tua Saragi Tua Munte Tua Nahampun Tua VI.2. RAJA SITANGGANG (RAJA PANGURURAN), anakna tolu: Raja Tanjabau (Panungkunan) Raja Pangadatan Raja Sigalingging (Pangulu Oloan) VII.1. RAJA PANUKKUNAN (TANJABAU), anakna dua: Raja Sitempang I Raja Tinita VII.2. RAJA PANGADATAN, anakna tolu: Raja Lipan Raja Upar Raja Silo VII.3. RAJA SIGALINGGING (PANGULU OLOAN), anakna tolu: Mangarissan/Sigorak Tinatea/Tambolang Namora Pangujian/Parhaliang VIII.1. RAJA SITEMPANG I, anakna satu: Raja Sitempang II (Sitanggang Gusar lahir setelah generasi ke 4 dari Sitempabg II) VIII.2. RAJA LIPAN (SITANGGANG LIPAN), anakna tolu: Ompu Marigom, Ompu Raja Buhit Raja Pangadatan VIII.3. RAJA UPAR (SITANGGANG UPAR), anakna tolu: Sungkun Barita Raja Manarsir Guru Mangarerak VIII.4. RAJA SILO (SITANGGANG SILO) anakna tolu: Panggilang Bosi Sitabi Dalan (RAJA SIMANIHURUK) Salassap Bosi (RAJA SIDAURUK) VIII.5.MANGARISSAN (SIGORAK) cucunya dari Mpu Bada onom : Tendang Banurea Manik Kecupak Beringin Gaja Barasa VIII.6.TINATEA (TAMBOLANG) anaknya Gr.Sinalsal cicit sada : Garingging Tona ni Raja Naiambaton sunting Di ho ale pinomparhu Raja Natanggang namanean huta ni daompung si Raja Isumbaon dohot ho ale Raja Nabolon namanean goarhu Raja Bolon sian Tano Sumba, asa tonahonon muna ma tonakon tu saluhut pinomparhu rodi marsundut-sundut di desa na ualu di Tano Batak. Asa rap sihahaan ma hamu rap sianggian, rap di jolo rap si Raja Baung di Pomparan ni si Raja Naiambaton. Asa tonahononhu ma tu saluhut Raja Adat, Raja Bius, suang songoni tu angka Raja Parbaringin, Datu Bolon dohot si Baso Bolon di Tano Sumba, asa rap siahaan ma hamu nadua diparadaton, dipartuturan siapari, ditarombo, dihorja adat, diparjambaran ni horbo bius dohot adat, diparjambaran adat Dalihan Natolu, asa sahali manjou ma goarmu nadua, dua hali manggora dohot tangan na dua namartaripar, Natanggang-Nabolon, Nabolon-Natanggang. Asa ruhut ni panjouon di ulaon adat, ipar-ipar ni partubu nami Raja Nabolon, songoni ma nang Raja Nabolon manjou ipar-ipar ni partubu nami Raja Natanggang. Asa ruhut dipartuturon siapari, na parjolo tubuma siahaan, parpudi tubu sianggian. Molo so diingot ho hata nidok ima namangose, molo lupa ditona ima namanguba. Asa ho ale Raja Natanggang-Raja Nabolon, asa tonahononmuna ma tupinomparmu asa unang adong namangose namanguba tonangki Di hamu sude pinomparhu na mamungka huta di desa na ualu di Tano Sumba, di namanjujung baringin ni Raja Isumbaon, partomuan ni aek partomuan ni hosa, mula ni jolma sorang. Asa tonahonma tonangkon tu ganup pinomparmu ro di marsundut-sundut, asa sisada anak, sisada boru ma hamu sisada lungun sisada siriaon. Naunang natongka, naso jadi marsibuatan hamu dipinompar muna namanjujung goarhu si Raja Naimbaton Tuan Sorba Dijulu Raja Bolon. Asa ise hamu di pomparanhu namangalaosi tonangkon, tu hau ma i sitabaon, tu tao ma i sinongnongon, tu harangan mai situtungon. Sai horas-horas ma hamu sude pinomparhu dinamangoloi podangki

Sunday, 23 March 2025

RAJA SITEMPANG

Ini release resmi dari Parsadaan Pomparan Raja Sitanggang tentang Raja Sitempang/Raja Na Tanggang/Raja Pangururan:



RAJA SITEMPANG


Raja SITEMPANG anak dari Raja Nai Ambaton
Lahir dalam keadaan cacat, dimana kedua kakinya dempet dan dengan hanya 7 jari. Untuk menghilangkan rasa malu dari orangtuanya, dia diasingkan disuatu pondok dekat tala tala di Pusuk Buhit

Sementara itu dengan masalah yang sama ada seorang wanita yang juga diasingkan oleh orang tuanya, Silahi Sabungan bernama Siboru Marihan. Siboru Marihan dengan muka dan badan manusia tetapi kakinya seperti ekor ikan. (seperti Putri Duyung). Itulah sebabnya dia dimasukkan ke tala tala oleh orang tuanya Silahi Sabungan, dengan harapan kalau dia manusia akan mati, tetapi kalau dia ikan akan hidup. Ternyata dia hidup. Tetapi dia bukan ikan.
Kedua mahluk ini akhirnya bertemu dan kawin, setelah melalui suatu proses yang rumit dan melahirkan anak yang dinamai Raja Hatorusan.

Sebelum kawin mereka membuat pati patian-padan-kommitmen, bahwa Raja Sitempang akan tidak pernah mengatakan kepada siapapun bahwa Siboru Marihan adalah manusia ikan. (pati patian mereka adalah: ”tu sogot ni haduan tung naso jadi dohononmu na sian dengke mananang na dapot sian hailmu ahu, dohot naso jadi dohononmu pinompar ni dengke pinomparta). Tetapi janji ini terlanggar, yang mengakibatkan mereka bertiga harus berpisah dan tidak pernah bertemu lagi. Terjadi bencana alam, yang diyakini adalah meletusnya gunung Toba yang membentuk Danau Toba dan Pusuk Buhit. Raja Hatorusan keluar dari daerah Sianjur Mula mula.
Raja Sitempang selamat dari bencana alam, dan dalam pengembaraannya pada suatu ketika bermimpi dimana dia disuruh pergi kesuatu daerah dimana banyak tumbuh rumput yang bernama samo-samo. Samo-samo adalah rumput makanan ternak/kerbau. Akhirnya sampai di daerah Tanjung Bunga sekarang, tergelincir dan yang membuat kakinya yang dempet jadi terpisah. (cerita lain mengatakan, karena senangnya sesampai di daerah samo samo tersebut, karena senangnya melihat samo-samo yang sir-sir, dia menari-nari dengan melompat lompat lompat-kakinya dempet, dan seketika kakinya terpisah, dia menjadi manusia normal). Kemudian membangun rumahnya di pulo.

Konon menurut hikayatnya pulo itu kemudian dinamai SAMOSIR, karena di daerah samo-samo tersebut semua sir-sir (sir-sir artinya semua tersedia). Jadi asal kata Samosir adalah dari kata samo samo na sir-sir .

Setelah Raja Sitempang menetap punya huta (di Pangururan- sekarang), dia kawin dengan boru ni Si Raja Oloan. Kemudian lahirlah anaknya dan diberi nama NA TANGGANG.
Raja Sitempang mewariskan kerajaannya kepada anaknya Raja Na Tanggang yang kemudian dikenal dengan nama Raja Pangururan.
Anak dari Raja Pangururan (kedua), adalah Raja Panungkunan, Raja Pangadatan dan Raja Pangulu Oloan dari ibu boru Naibaho.
Raja Panungkunan dikenal juga dengan nama Raja Tanjabau, yang kemudian dikenal dengan Sitanggang Bau, dengan dua anaknya yang diberi nama Raja Sitempang (Raja Sitempang 1, kembali mengambil nama oppungnya) dan Raja Tinita.
Raja Sitempang(1) yang anak Raja Panungkunan kemudian mengangkat anak yang tadinya marga Sijabat, dan menamainya Gusar, marga yang kemudian dikenal dengan marga Sitanggang Gusar. (Ada masih perbedaan paham mengenai ini, sementara orang mengatakan diangkat jadi adik bukan anak, hal yang barangkali tidak perlu lagi dipersoalkan. Yang pasti mereka adalah Sitanggang Gusar).

Raja Pangadatan mempunyai tiga anak yang dinamai, Raja Lipan, Raja Upar dan Raja Silo. Nama inilah kemudian yang menjadi marga yang disebut marga Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar, dan Sitanggang Silo.

Dari Sitanggang Silo kemudian terbentuk marga baru yang dinamai Simanihuruk dan Sidauruk.

Jadi pemakaian marga yang dipakai sampai sekarang adalah setelah generasi ke-4 dari Raja Nai Ambaton, yaitu anak R. Panungkunan yang memakai marga Sitanggang Bau (selama ini Raja Sitempang dan Raja Tinita tidak pernah secara eksplisit menamakan dirinya tetapi selalu dalam nama Sitanggang Bau).

Anak R. Pangadatan memakai marga Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar dan Sitanggang Silo, marga Manihuruk, Sidauruk.

Anak R. Pangulu Oloan memakai marga Sigalingging. Kemudian dalam perpindahannya ke daerah Dairi marga Sigalingging keturunan Ompu Bada memakai marga Tendang, Banuarea, Manik, Bringin, Gaja, Brasa.

2. IPAR IPAR NI PARTUBU
Sitanggang adalah anak dari Raja Sitempang dan Simbolon adalah anak dari Raja Nabolon.

Keberadaan Raja Sitempang sejak awal sudah bermasalah. Dia diasingkan orangtuanya, dan pernah dianggap tak ada lagi. Apabila kemudian dia muncul dan dalam keadaan normal adalah suatu keadaan yang sulit diterima akal. Simbolon sudah sempat dianggap siangkangan. Sehingga status siapa si angkangan menjadi rumit apalagi setelah Simbolon duluan kawin dengan boru siangkangan dari Naibaho, dimana kemudian Sitanggang kawin dengan boru Naibaho adik dari isteri Simbolon.

Tona dari Raja Nai Ambaton:
Di hamu sude pinomparhu na mamungka huta di desa naualu di Tano Sumba, di na manjujung baringin ni Raja Harajaon ni Raja Isumbaon. Partomuan ni aek Partomuan ni Hosa. Mula ni jolma tubu, mula ni jolma sorang. Asa tonahonon ma tonangkon tu ganup pinomparmu ro di marsundut-sundut. Asa sisada anak, sisada boru. Hamu sisada lungun, sisada siriaon, naunang, natongka, na so jadi masibuatan hamu di pinompar muna manjujung goarhu Si Raja Nai Ambaton Tuan Sorba di Julu Raja Bolon.

Asa ise hamu di pomparanhu namangalaosi tonangkon, tu hauma i sitabaon, tu tao ma i sinongnongon, tu harangan mai situtungon.
Sai horas horas ma hamu sude pinomparhu di namangoloi podangki.

Khusus untuk Sitanggang dan Simbolon di PADAN hon sebagai berikut:
Di ho ale pinomparhu Raja Na Tanggang gelar Raja Pangururan na manean huta ni daompung si Raja Isumbaon dohot ho ale Raja Na Bolon namanean goarhu Raja Bolon sian Tano Sumba Pangururan, asa tonahonon mu na tonakon tu saluhut siminithu/pinomparhu rodi marsundut sundut di desa na ualu di Tano Batak. Asa rap siahaan ma hamu rap sianggian; rap di jolo rap si raja Baung di pomparan ni si Raja Nai Ambaton.

Asa tonahononhu ma tu saluhut Raja raja adat, raja raja Bius; suang songoni tu angka Raja Parbaringin, Datu Bolon dohot Si Baso Bolon di Tano Sumba, asa rap siahaan ma hamu na dua di paradaton, di partuturon siapari, di tarombo, di horja adat.

Di parjambaran ni horbo bius dohot adat, di parjambaran adat Dalihan Na Tolu, asa sahali manjou ma goarmu na, dua hali manggora dohot tangan na dua na martaripar, Na Tanggang - Na Bolon, Na Bolon –Na Tanggang. Asa ruhut ni panjouon di ulaon adat, IPAR IPAR ni Partubu nami Raja Na Bolon; songoni ma nang Raja Na Bolon manjou IPAR IPAR ni Partubu na mi Raja Na Tanggang.
Asa ruhut di partuturon siapari, na parjolo tubuma siahaan, parpudi tubu sianggian.

Molo so di ingot ho hata nidok, ima na mangose, molo lupa di tona ima na manguba. Asa ho ale Raja Na Bolon – Raja Na Tanggang, asa tonahononmu ma tu pinomparmu asa unang adong namangose namanguba tonangki.

Molo hot do pinomparhu di tona ni ompuna, sai horas horas ma hamu sasude angka siminikku dohot diangka huta pamungkaan di harajaonmu sogot.

Naibaho juga akhirnya turun tangan untuk mengatasi kemelut bere/helanya dan mengatakan:
Di berengku Sitanggang-Simbolon, di helangku Simbolon - Sitanggang, Tonahon hamu ma tonangkon tu saluhut pinompar mu, rodi marsundut sundut, di Tano Batak dohot tu sude na adong di desa na ualu. Asa rap sihahaan ma hamu rap sianggian, rap raja i jolo, rap raja i pudi.

Di tonga tonga ni Raja adat, raja bius, suang songoni dohot di jolo ni angka raja Parbaringin, datu Bolon dohot Sibaso Bolon, sisada tulang hamu, hami namarbere, di namar simatua hamu hami na marhela.

Asa rap sihahaan ma hamu rap sianggian di paradaton, di partuturon siapari, di tarombo dohot di adat.

Asa molo panjouon di adat Dalihan Na Tolu, sahali manggorahon ma goarmu nadua, dohot dua tangan na martaripar; ”Na Tanggang - Na Bolon (SITANGGANG - SIMBOLON).
Panjouon di adat, IPAR IPAR NI PARTUBU MA HAMU, HOMBAR TU PARTUBU MU DOHOT DI PANGOLIAN MU.
Asa molo di ose hamu on sega ma hamu, jala molo diingot hamu on, na gabe ma hamu, rodi pinompar mu saluhut saur matua.
On ma bangun bangunan di hamu helangku, borungku na dua :
”ARNINI ARNONO OMPU SANGGAR NI HUTA,
maranak marboru Sitanggang - Simbolon na sada alai dua.
Gabe jala horas sahat tu na saur matua,
songon i di amana dohot pinomparna, na tangi di padan dohot hata ni natua tua”.

Secara khusus akhirnya Sitanggang dan Simbolon membuat komitmen/pati patian sebagai berikut:
Sanggar tolong baringin jabi jabi
Sitanggang Simbolon sisada urdot sisada tahi
Dengke ni Sabulan tonggi jala tabo
Manang ise si ose padan, tu ripur na tu magona.

Apabila diterjemahkan secara bebas arti dari TONA-PESAN tersebut adalah:
Sitanggang Simbolon sama sama si abangan sama sama si adik an,
Dalam acara adat pemanggilan dari Sitanggang dan Simbolon adalah IPAR IPAR ni partubu.

Penyerahan jambar diserahkan bersamaan dengan memanggil keduanya Sitanggang/Simbolon dan dengan menyilangkan tangan.

DENGAN PENJELASAN DIATAS MAKA, PERSOALAN SIAPA SIHAHAAN ANTARA SITANGGANG DAN SIMBOLON TIDAK SEHARUSNYA DIPERSOALKAN. MARILAH KITA TETAP BERPEDOMAN PADA PESAN HULA HULA NAIBAHO, DAN RAJA NAIAMBATON, RAP SIHAHAAN RAP SIANGGIAN.

3. Sitanggang bukan anak dari MUNTE

Diatas telah diutarakan bahwa Sitanggang adalah anak dari Raja Sitempang. Sitanggang bukan anak dari Munte sebagaimana ditulis beberapa penulis tarombo yang dimulai dengan tulisan W.M. Hutagalung tahun 1926 (POESTAHA taringot toe tarombo ni Bangso Batak na pinatoere ni W.M.Hoetagaloeng-rongkoman I-1926). Dalam buku tersebut anak dari Nai Ambaton adalah Simbolon dan Munte. Dalam penjelasannya disebut juga bahwa Munte adalah juga bernama Raja Sitempang. (Lebih jauh, baca lampiran 3).
Tulisan ini dipakai beberapa penulis sebagai referensi. Tulisan ini memang belum pernah dibantah oleh keturunan Marga Sitanggang. Inilah saatnya untuk meluruskan tarombo tersebut sekaligus menyatakan bahwa apa yang ditulis oleh W.M. Hutagalung dan kemudian oleh penulis penulis berikutnya adalah salah. Kita menilai bahwa tulisan itu sengaja dibuat dalam upaya pecah belah pada ketika itu. Perlu dicatat bahwa W.M. Hutagalung waktu menulis tarombo tersebut, adalah Asisten Demang di Pangururan. Dia seyogianya tahu persis bahwa tak ada marga Munte di Pangururan. (penulisan tarombo yang sengaja salah ini menurut penilaian kami adalah upaya pecah belah dari pegawai Belanda agar terjadi ketidak serasian antara pinompar ni Raja Nai Ambaton-ternyata berhasil)
Sebagai fakta yang menguatkan bahwa Sitanggang adalah anak langsung dari Raja Nai Ambaton adalah :

3.1. Raja Pangururan
Nama pomparan ni Raja Sitempang kemudian berobah nama menjadi Raja Pangururan. Perobahan nama ini adalah karena setelah huta yang dibangun Raja Sitempang berkembang, banyak orang datang berdagang dan keperluan lainnya ke huta tersebut.
Raja Sitempang membangun PARTUNGKOAN, yaitu tempat berkumpul, layaknya seperti kedai atau lapo saat ini. Partungkoan ini juga berfungsi sebagai tempat berjudi. Menurut ceritera, tak pernah pendatang menang berjudi di partungkoan ini, sehingga menjadi buah bibir setiap pengunjung dan menyatakan tempat itu PANG-URUR-AN, karena setiap berkunjung ke tempat itu selalu Mang - urur - i, selalu kehabisan uang atau kekurangan uang, sampai sampai kadang kadang pulang hanya dengan pakaian yang melekat di badan. Dan jadilah Raja Sitempang pemilik partungkoan tersebut diberi gelar/nama menjadi Raja PANGURURAN, yang punya huta dan tentu saja yang menjadi Raja Huta.

3.2. Bius Sitolu Hae Horbo
Bius Pangururan disebut bius Sitolu tali yang kemudian berobah nama menjadi Bius Sitolu Hae Horbo. Disebut tolu hae, karena yang memiliki harajaon adalah tiga marga yaitu Sitanggang, Simbolon dan Naibaho. Apabila ada acara, maka masing masing marga ini dapat sakhae dari kerbau yang disembelih. Konon katanya, hae ke-empat ditanam. Ditanam di bawah batu sebagai tanda hasadaon ni Sitanggang dengan Simbolon na sama siangkangan sama sianggian. Kemudian dalam perkembangannya hae ke-empat ini diberikan kepada pargonsi.
Bius adalah suatu tatanan kehidupan sosial yang mengindikasikan penghuni dari suatu daerah. Biasanya kalau ada keadaan yang dianggap suatu bala, misalnya kekeringan yang berkepanjangan diadakanlah acara mangan horbo bius (makan kerbau bius). Kerbau yang boleh disembelih untuk acara ini adalah kerbau muda yang belum pernah kawin, tidak cacat, sehat atau tidak penyakitan, gemuk. Kerbau ini sebagai persembahan kepada Mula Jadi Nabolon, agar dilepaskan dari kesusahan yang sedang terjadi.
Mangan horbo bius pertama dilakukan di Pangururaan, tepatnya di lapangan sitolu suhi (lapangan itu sengaja dibuat tiga segi sebagai tanda bahwa bius Pangururan hanya terdiri dari tiga marga), untuk permohonan maaf dari Sitanggang dan Simbolon kepada hula hulanya yang dihianati sebelumnya.
Munte tidak punya atau tidak ikut memiliki bius di Pangururan.
Bius Munte tidak ada di Pangururan.

3.3. Aek Parsuangan
Di salah satu sisi gunung Pusuk Buhit, ada 3 mata air.
Pemilik dan nama mata air itu berturut turut dari atas ke bawah adalah, Naibaho, Sitanggang, dan Simbolon.

3.4.Harangan di Pusuk Buhit ada tiga hamparan yang dinamai harangan Sitanggang, harangan Simbolon dan Harangan Naibaho. Harangan Sitanggang yang paling luas.


4. Pomparan ni Raja Pangururan

Anak dari Raja Pangururan 3 orang yaitu:
1. Raja Panungkunan
2. Raja Pangadatan
3. Raja Pangulu Oloan (lebih lanjut lihat ranji )

4.1. Raja Panungkunan
Anaknya kemudian memakai nama Raja Sitempang(1) , dan Raja Sisungkunon yang kemudian dinamai Raja Tinita. Disebut Raja Tinita karena dia di tita (diusir) oleh abangnya dari Pangururan dan kemudian pergi ke Sabungan ni huta dan membangun rumahnya dalam tempo satu hari (ini adalah legenda masa lalu yang tidak perlu diingat dan dibahas). Untuk masa masa mendatang diharapkan pemakaian nama Tinita sudah harus dihilangkan dan seterusnya memakai nama Sisungkunon.
Keturunan berikutnya dari Raja Sitempang tetap memakai nama Raja Sitempang(2),
Raja Sitempang(2) kemudian mengangkat GUSAR jadi anak ni uhum dan dinamai marga Sitanggang Gusar. Gusar adalah anak dari Sijabat. Kedudukan Gusar dalam urutan pinompar ni Raja Sitanggang menjadi rancu. Gusar adalah anak ke empat dari Raja Sitempang tetapi tidak Siampudan.

4.2 Raja Pangadatan
Anak dari Raja Pangadatan tiga yaitu: Lipan
Upar
Silo,
Silo kemudian memperanakkan - Mangilang Bosi yang tetap memakai Silo,
- Manihuruk/Sidauruk
- Sidauruk/Manihuruk


4.3. Raja Pangulu Oloan
Anak Pangulu Oloan memakai nama Sigalingging.
Saat ini sebenarnya sudah banyak marga sebagai pemekaran dari Sigalingging yang dikenal pomparan dari O. Bada di Daerah Dairi yaitu:
Tendang
Banuarea
Manik
Bringin
Gaja
Brasa.
4.4 Raja Hatorusan
Raja Hatorusan, anak dari Raja Sitempang dari ibu Si Boru Marihan dalam pengembaraannya mempunyai anak yang dinamai:
1.Dang Hiang Di Tirta mengembara sampai ke Jawa.
2.Guru Helung pengembaraannya di Tanah Melayu dan sampai ke Siak Riau
3.Tuan Oji mengembara sampai ke Tapak Tuan.

5. Penomoran
Pendekatan penomoran dapat dengan dua cara, apakah menurut generasi atau melekat pada yang menurunkannya


6. Panjouon di ulaon
1. Ulaon di Raja Sitempang
Dipanggil pertama Sisungkunon (Tinita), kemudian Sitanggang Gusar. Setelah itu dilanjutkan memanggil Sitanggang Lipan, Upar, Silo, Manihuruk, Sidauruk dan Sigalingging.
2. Ulaon di Raja Sisungkunon (Tinita)
Dipanggil pertama Sitempang, kemudian Gusar. Setelah itu dilanjutkan memanggil Sitanggang Lipan, Upar, Silo, Manihuruk, Sidauruk dan Sigalingging.
3. Ulaon di Sitanggang Gusar
Dipanggil pertama Sitempang, kemudian Susungkunon (Tinita). Setelah itu dilanjutkan memanggil Sitanggang Lipan, Upar, Silo, Manihuruk, Sidauruk dan Sigalingging.
4. Uaon di Raja Sitanggang Lipan
Dipanggil pertama Sitanggang Upar kemudian Silo, Manihuruk, dan Sidauruk. Setelah itu dilanjutkan memanggil Raja Sitempang, Raja Sisunkunon (Tinita), Gusar dan Sigalingging.
5. Ulaon di Raja Sitanggang Upar
Dipanggil pertama Sitanggang Lipan,Silo, Manihuruk, dan Sidauruk. Setelah itu dilanjutkan memanggil Sitempang, Sisungkunon (Tinita), Gusar dan Sigalingging.
6. Ulaon di Raja Sitanggang Silo
Dipanggil pertama Manihuruk, Sidauruk baru Lipan dan Upar.Kemudian dilanjutkan memanggil Sitempang, Sisungkunon (Tinita), Gusar dan Sigalinggging.
7. Ulaon di Raja Manihuruk
Dipanggil pertama Silo dan Sidauruk, baru Lipan, dan Upar. Kemudian dilanjutkan memanggil Sitempang, Sisungkunon (Tinita), Gusar dan Sigalingging.
8. Ulaon di Raja Sidauruk
Dipanggil pertama Silo dan Manihuruk, baru Lipan dan Upar. Kemudian dilanjutkan memanggil Sitempang, Sisungkunon (Tinita), Gusar dan Sigalingging.
9. Ulaon di Raja Sigalingging
Dipanggil pertama Sitempang, Sisungkunon (Tinita) dan Gusar. Setelah itu dilanjutkan memanggil Lipan, Upar, Silo dan Manihuruk, Sidauruk dan Sigalingging.
Apabila sesama pomparan Raja Sitempang selesai dipanggil maka dipanggil duluan Simbolon sebagai IPAR IPAR NI PARTUBU. Kemudian memanggil dongan tubu pomparan dari Raja Nai Ambaton lainnya.
Panjouon seperti diuraikan di atas adalah apabila kondisi ulaon memungkinkan. Dalam hal ada keterbatasan, baik karena kehadiran atau hal-hal lain, dapat disederhanakan menjadi kelompok Panungkunan, Pangadatan ddan Pangulu Oloan. Bahkan seperti yang terjadi saat ini di Bona Pasogit cukup antar haha anggi dalam satu ompu.
7. Raja parhata/parsinabul
Molo ulaon di hahana, anggina ma parsinabul. Itu adalah prinsip yang baku disemua marga. Untuk marga Pomparan ni Raja Sitempang perlu ada fleksibilitas. Perlu mempertimbangkan populasi marga yang ada dan faktor faktor lain. Demikian terhadap panjouon. Dapat dengan merinci ke sembilan sohe atau cukup tiga yaitu Panungkunan, Pangadatan dan Pangulu Oloan.
Di beberapa tempat yang populasinya sudah cukup besar, sesama Raja Panugkunan atau sedama Raja Pangadatan atau sesama Raja Pangulu Oloan sudah boleh menjadi parsinabul. Bahkan ke tingkat yang lebih rendah seperti yang terlaksana di Bona Pasogit.

Mau Belanja Di WhatsApp Saja Mudah

WhatsApp.com