Segalanya sudah usai. Apa yang pernah terucap dahulu, kini hanya tinggal sebuah cerita untuk diingat. Aku tak tahu itu sebuah dosa bila tak tertunaikan, atau akan dimaafkan sesuai kondisi dan situasi yang telah terjadi. Pastinya, bukan aku menghendakinya. Aku tak jua mengatakanmu, tapi hanya permintaan mu, alam dan sekitarnya yang menjadikan kita bagaika martil denga paku.
Hampir dua setengah tahun aku menjalani hubungan berkasih dan bersayang denganmu. Durasi perjam rasanya ingin kujadikan perdetik, perbulan ingin kujadikan perminggu, sebab aku ingin cepat-cepat mempersunting.
Dan kitapun menikah, cerita sudah banyak terangkai, kisah jua sudah berjibun tercipta. Antara aku dan kau adalah kebahagiaan pada saat itu.
Aku tahu, kisah akademik diriku tidak seindah yang kau harapkan dan seberuntung mereka-mereka yang beruntung. Akan tetapi, dulu kau selalu menyemangatiku. Hingga aku berniat kembali untuk menapaki kembali jejak akademik-ku yang tertinggal dahulu. Kulakukan hal itu untukmu, untuk semua orang yang menginginkannya.
Langkahku terhenti, tak mau maju lagi. Bom semangat sudah sirna, dan membisu tanpa adanya pesan yang dapat kujadikan motivasi.
Aku tak tahu kenapa, pastinya adalah kebenaran jua bagimu memilih jalan itu. Tak elok, tak layak seorang cerdas dan berilmu pengetahuan berdampingan dengan seorang yang serba keterbatasan. Bukan jua keterbatasan, akan tetapi memang kekurangan. Apa yang akan terjadi pada masa depanmu nanti jika berpapasan denganku? Pasti suram.
Keputusanmu itu adalah kebahagiaan kelak untukmu, mungkin. Tapi, bagiku itu adalah sebuah kekecewaan yang bertahta dalam jiwa dan hati. Kecewaku bukan karena harus berpisah denganmu, bukan karena itu. Aku kecewa sebab ada janjiku belum terlunasi, dan ada banyak kata yang masih belum sempat kusampaikan untuk menjadikanmu seorang berguna.
Kusadari pula kapasitasku. Tak pantas seorang pengangguran menasehati calon pengusaha. Hal itu tak akan kau dengar. Pun kau dengar, hanya bagai telinga kuali, masuk kanan keluar kiri. Entahlah! Semoga saja kau bisa menjadi lebih baik setelah hengkang dari pangkuan hatiku. Kala kuingat masa-masa bersama kita, semuanya menjadi buram. Sudahlah. Aku tak mau larut dalam cerita sedih ini. Biarlah kau mencari yang terbaik buat dirinya. Manatahu, nanti kau akan menemukan seorang yang bisa membuat dirimu lebih bahagia ketimbang denganku. Kau menemukan cara yang sukses di akademik kehidupanmu, sesuai pintamu padaku.
Semoga saja kau dapati itu. Amiin. Cinta tak harus memiliki, sayang tak harus memegang, akan tetapi bagaimana kita mengikhlaskan dan selalu mendoakan agar yang kita sayang menemukan yang terbaik dalam hidupnya. Kukira begitu saja yang harus kulakukan sekarang. Kesuksesan bukan saja di bangku perkuliahan yang akan kita dapatkan. Banyak orang, maka bermacam pula jalan yang ditentukan Tuhan untuk jalur sukses dalam hidupnya. Mungkin, jalurku bukanlah sesuai pintamu itu. Ingat, aku boleh-boleh saja menyayangimu, aku boleh-boleh saja mencintaimu, tapi satu hal yang perlu kau ingat. Nasehatilah aku kapan saja kau mau, tapi jangan samakan aku dengan siapapun. Sebab aku adalah aku, dan aku mempunyai jalan hidup sendiri. Aku jujur karena aku tak mau mengecewakanmu lagi.
Padahal, jika kusembunyikan segalanya, kau tak akan pernah tahu itu. Ah, sudahlah. Apapun ceritanya, apapun kisahnya, kau jangan sering-sering makan mie, nanti lambungmu kambuh, dan jangan banyak makan es, nanti hidungmu susah bernafas. Ingat waktu saja, berdoa yang rajin dan jangan lupa undang aku di hari kau merayakan kesuksesan mu nanti. Untukmu kukatakan, pokok Jeruk purut itu tak pernah ada di belakang rumahku, tak pernah ada. Hal itu hanya fiksi belaka, apalabila ada nanti, mungkin baru kutanam setelah lepas denganmu, sebagai pengingat kisah cinta kita. Bukak dasar itu, sebenarnya aku malu mengatakannya, demimu semuanya terjadi. Dan terimakasih untuk pertemuan yang menyisakan bayangan pilu padaku.
Salam....
dari mantanmu.
Baet, 5 April 2012
Osben Simalango
(penulis jalanan)
Kusadari pula kapasitasku. Tak pantas seorang pengangguran menasehati calon pengusaha. Hal itu tak akan kau dengar. Pun kau dengar, hanya bagai telinga kuali, masuk kanan keluar kiri. Entahlah! Semoga saja kau bisa menjadi lebih baik setelah hengkang dari pangkuan hatiku. Kala kuingat masa-masa bersama kita, semuanya menjadi buram. Sudahlah. Aku tak mau larut dalam cerita sedih ini. Biarlah kau mencari yang terbaik buat dirinya. Manatahu, nanti kau akan menemukan seorang yang bisa membuat dirimu lebih bahagia ketimbang denganku. Kau menemukan cara yang sukses di akademik kehidupanmu, sesuai pintamu padaku.
Semoga saja kau dapati itu. Amiin. Cinta tak harus memiliki, sayang tak harus memegang, akan tetapi bagaimana kita mengikhlaskan dan selalu mendoakan agar yang kita sayang menemukan yang terbaik dalam hidupnya. Kukira begitu saja yang harus kulakukan sekarang. Kesuksesan bukan saja di bangku perkuliahan yang akan kita dapatkan. Banyak orang, maka bermacam pula jalan yang ditentukan Tuhan untuk jalur sukses dalam hidupnya. Mungkin, jalurku bukanlah sesuai pintamu itu. Ingat, aku boleh-boleh saja menyayangimu, aku boleh-boleh saja mencintaimu, tapi satu hal yang perlu kau ingat. Nasehatilah aku kapan saja kau mau, tapi jangan samakan aku dengan siapapun. Sebab aku adalah aku, dan aku mempunyai jalan hidup sendiri. Aku jujur karena aku tak mau mengecewakanmu lagi.
Padahal, jika kusembunyikan segalanya, kau tak akan pernah tahu itu. Ah, sudahlah. Apapun ceritanya, apapun kisahnya, kau jangan sering-sering makan mie, nanti lambungmu kambuh, dan jangan banyak makan es, nanti hidungmu susah bernafas. Ingat waktu saja, berdoa yang rajin dan jangan lupa undang aku di hari kau merayakan kesuksesan mu nanti. Untukmu kukatakan, pokok Jeruk purut itu tak pernah ada di belakang rumahku, tak pernah ada. Hal itu hanya fiksi belaka, apalabila ada nanti, mungkin baru kutanam setelah lepas denganmu, sebagai pengingat kisah cinta kita. Bukak dasar itu, sebenarnya aku malu mengatakannya, demimu semuanya terjadi. Dan terimakasih untuk pertemuan yang menyisakan bayangan pilu padaku.
Salam....
dari mantanmu.
Baet, 5 April 2012
Osben Simalango
(penulis jalanan)
Manusia Hanya Bisa Berencana "yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya"
No comments:
Post a Comment