Aku Aini (sebut saja
begitu) menuliskan cerita
ini dengan perasaan bersalah dan berdosa. Bersalah pada keluarga, suami Firman dan anakku. Berdosa pada Tuhan Yang Maha Esa. Aku istri durjana tak tahu malu, tega mengkhianati suami dan selingkuh dengan pria lain.
Aku seorang istri dengan satu orang anak berumur tiga tahun. Suamiku adalah orang yang baik, dia selalu memilih berada di zona aman untuk segala hal termasuk masalah di atas ranjang.
Saat ini aku bekerja di sebuah perusahaan sebagai staf akunting di Jakarta. Sepintas kehidupanku biasa-biasa saja seperti orang lain, tak ada satu hal yang bisa dikatakan istimewa. Tapi tidak dengan hatiku yang menyimpan satu rahasia besar yang sebelumnya tidak pernah kuungkapkan pada siapapun.
Berawal ketika aku masih bekerja di sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang perdagangan hasil pertanian di tahun 2009. Saat itu karena belum memiliki kantor sendiri maka kantor kami menyatu dengan sebuah kantor advokat yang tarafnya juga masih kecil. Dari situlah aku mengenal orang-orang di kantor advokat itu, mulai dari yang senior sampai yunior, salah satunya adalah Diya, Pengacara muda yang masih magang sebagai asisten.
Usia Diya tujuh tahun lebih tua dariku. Tapi dari penampilannya yang enerjik dan segar ditambah postur tubuh yang tidak terlalu besar membuat dia terlihat sebaya denganku. Awalnya aku tidak terlalu suka padanya, sehingga kami jarang sekali mengobrol, hanya sebatas mencukupi kebutuhan kerja saja. Di luar itu aku sangat tidak peduli padanya.
Waktu berlalu dan singkat cerita ketidaksukaaanku padanya mulai berkurang karena ternyata Diya orang yang enak diajak bicara untuk semua topik. Mungkin karena aku yang mulai mengenalnya atau Diya yang ingin merubah imejnya di mataku, yang pasti komunikasi kami yang tadinya kaku dan canggung akhirnya menjadi lunak dan cair. Hingga hubungan pertemanan kami menjadi layaknya orang berteman pada umumnya.
Suatu hari dari cerita tean-teman di kantor, kuketahui tentang kondisi istrinya pasca kecelakaan yang dialami tiga tahun lalu. Luka yang diakibatkan kecelakaan tersebut membuat salah satu syaraf yang berhubungan dengan daerah “mis V” mengalami kerusakan. Karena hal itulah istri Diya tidak lagi dapat merasakan kenikmatan ketika melakukan hubungan suami istri. Kondisi seperti itu membuat hubungan mereka hambar dan melelahkan bagi Diya.
Dalam salah satu obrolan denganku, Diya akhirnya keceplosan menceritakan hal itu. Ia juga tahu bahwa orang-orang di kantor sudah mengetahui ‘aib’ yang menimpa istrinya itu. Saat menceritakan hal itu aku melihat keputusasaan di matanya. Aku sendiri kaget dan tidak yakin dia bisa menceritakan hal sesensitif itu kepadaku. Mulai saat itu Diya banyak sekali menceritakan tentang kehidupannya. Sehingga aku merasa dia mulai percaya padaku.
Beberapa bulan setelah itu, aku berhenti bekerja dan mencari pekerjaan di tempat lain sehingga kami tidak lagi mengadakan sesi curhat. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi setelah satu minggu aku merasa ada yang hilang dalam diriku. Hariku terasa tidak lengkap tanpa mendengar curhat dari dia.
Seperti gayung bersambut, saat aku teringat dia, tiba-tiba dia SMS dan mengatakan dia kangen padaku. Aku tidak menanggapi serius kata-katanya karena memang dia tipe orang yang suka bercanda. Dari situ SMS kami berlanjut, mulai dari hal yang tidak penting sampai hal-hal yang sifatnya pribadipun dibicarakan.
Entah kapan atau bagaimana awalnya, kami sepakat untuk saling menghubungi dan mengungkapkan pujian satu sama lain meskipun itu hanya lewat telepon. Tidak jarang kami saling menggoda.
Selasa, 29 Desember 2013, kami janjian untuk ketemu dan berencana untuk pergi berjalan-jalan layaknya orang pacaran. Pukul 09.45 WIB persis aku putuskan datang ke rumahnya. Waktu itu suasana gerimis, udara di luar begitu dingin. Diya yang tinggal hanya dengan anak dan istrinya, waktu itu sedang sendiri. Istrinya yang seorang guru SD sedang mengajar dan anaknya yang berusia delapan tahun sedang sekolah.
Aku masuk ke rumahnya dan Diya mempersilakan aku duduk. Aku duduk di ruang tamu dan kami kemudian mengobrol. Dari caranya berdiri dan berjalan kulihat Diya begitu gelisah. Diya berdiri di dekatku, begitu dekatnya tapi tidak ada yang dia lakukan. Hanya saja dari deru nafasnya yang memburu aku bisa menebak apa yang sedang terjadi padanya.
Begitulah, di pagi yang dingin itu aku tergetar dan larut dalam cumbuan Diya. Aku tidak mampu berpikir, aku mengikuti naluri hewani dalam diriku yang bergejolak. Dan begitulah untuk pertama kalinya kami melakukan hubungan terlarang itu. Dan untuk pertama kalinya aku merasa api dalam diriku yang selama ini begitu gersang membakarku karena air yang tersedia tidak cukup hebat meluluhkan kobaran yang menggelora, akhirnya padam oleh Diya.
Ini memang sebuah dosa. Tapi sejak itu hubungan kami semakin dekat, meskipun terjadi pasang surut tapi tidak mengurangi ketertarikan dan keinginan kami untuk melakukannya lagi.
Dalam kurun waktu lima bulan, kami telah melakukannya sebanyak delapan kali. Bahkan aku masih ingat setiap tanggal saat kami menikmati semuanya. Perselingkuhan yang kulakukan sangat rapi kusembunyikan tanpa bisa dicurigai oleh orang lain.
Saat ini kami tidak lagi saling menghubungi. Pertemuan terakhirku adalah tanggal 29 April 2014 saat kami janjian makan siang. Dan yang membuat aku terkejut adalah saat Diya secara blak-blakkan menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya. Diya memberitahuku bahwa ternyata istrinya sudah lama mengetahui hubungan gelap antara aku dan Diya.
“Istriku minta aku menceraikannya. Ia bilang sudah lama tahu, tapi karena keadaannya yang seperti itu ia tak berani komplain. Ia membiarkan saja,” cerita Diya dengan nada gusar.
“Lalu?” selidikku.
“Ia minta cerai. Dan.....,” ujarnya terbata.
“Dan apa?” tanyaku heran.
“ia bilang, suamimu juga sudah tahu perselingkuhan kita. Apakah kamu sudah tahu?”
Seperti disambar geledek aku terkesiap dan pucat mendengar penuturan Diya. Ya, Tuhan, apa yang akan terjadi padaku?
Dan, ternyata benar kekhawatiranku. Dua hari setelah pertemuanku dengan Diya itu, suamiku langsung menyatakan talak tiga. Ia mememutuskan pergi dari rumah dengan membawa anak kami. Ia tak melontarkan kata-kata makian atau amarah.
“Aku sudah tahu semua. Dan kunyatakan, kita cerai! Aku bawa anakku!” itu saja kalimatnya. Ia tak berkata apa-apa lagi, atau mengungkit-ungkit apa saja yang sudah diketahuinya. Itu saja yang diucapkannya. Dan Ia pergi. Aku yang seperti tersangka tak dapat berbuat apa-apa atau sekedar menjawab. Perasaan berdosa dan bersalah membuatku lunglai tak berani menyanggah.
Kini, setahun setelah kejadian itu, aku masih tergugu dengan keadaanku. Kenikmatan sesaat akhirnya membuat aku mengkhianati kesucian perkawinanku dengan Firman, suamiku. Dan mengkhianti sesama wanita, istri Diya. Bertumpuk kesalahan dosa membuatku merasa tak berarti,
begitu) menuliskan cerita
ini dengan perasaan bersalah dan berdosa. Bersalah pada keluarga, suami Firman dan anakku. Berdosa pada Tuhan Yang Maha Esa. Aku istri durjana tak tahu malu, tega mengkhianati suami dan selingkuh dengan pria lain.
Aku seorang istri dengan satu orang anak berumur tiga tahun. Suamiku adalah orang yang baik, dia selalu memilih berada di zona aman untuk segala hal termasuk masalah di atas ranjang.
Saat ini aku bekerja di sebuah perusahaan sebagai staf akunting di Jakarta. Sepintas kehidupanku biasa-biasa saja seperti orang lain, tak ada satu hal yang bisa dikatakan istimewa. Tapi tidak dengan hatiku yang menyimpan satu rahasia besar yang sebelumnya tidak pernah kuungkapkan pada siapapun.
Berawal ketika aku masih bekerja di sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang perdagangan hasil pertanian di tahun 2009. Saat itu karena belum memiliki kantor sendiri maka kantor kami menyatu dengan sebuah kantor advokat yang tarafnya juga masih kecil. Dari situlah aku mengenal orang-orang di kantor advokat itu, mulai dari yang senior sampai yunior, salah satunya adalah Diya, Pengacara muda yang masih magang sebagai asisten.
Usia Diya tujuh tahun lebih tua dariku. Tapi dari penampilannya yang enerjik dan segar ditambah postur tubuh yang tidak terlalu besar membuat dia terlihat sebaya denganku. Awalnya aku tidak terlalu suka padanya, sehingga kami jarang sekali mengobrol, hanya sebatas mencukupi kebutuhan kerja saja. Di luar itu aku sangat tidak peduli padanya.
Waktu berlalu dan singkat cerita ketidaksukaaanku padanya mulai berkurang karena ternyata Diya orang yang enak diajak bicara untuk semua topik. Mungkin karena aku yang mulai mengenalnya atau Diya yang ingin merubah imejnya di mataku, yang pasti komunikasi kami yang tadinya kaku dan canggung akhirnya menjadi lunak dan cair. Hingga hubungan pertemanan kami menjadi layaknya orang berteman pada umumnya.
Suatu hari dari cerita tean-teman di kantor, kuketahui tentang kondisi istrinya pasca kecelakaan yang dialami tiga tahun lalu. Luka yang diakibatkan kecelakaan tersebut membuat salah satu syaraf yang berhubungan dengan daerah “mis V” mengalami kerusakan. Karena hal itulah istri Diya tidak lagi dapat merasakan kenikmatan ketika melakukan hubungan suami istri. Kondisi seperti itu membuat hubungan mereka hambar dan melelahkan bagi Diya.
Dalam salah satu obrolan denganku, Diya akhirnya keceplosan menceritakan hal itu. Ia juga tahu bahwa orang-orang di kantor sudah mengetahui ‘aib’ yang menimpa istrinya itu. Saat menceritakan hal itu aku melihat keputusasaan di matanya. Aku sendiri kaget dan tidak yakin dia bisa menceritakan hal sesensitif itu kepadaku. Mulai saat itu Diya banyak sekali menceritakan tentang kehidupannya. Sehingga aku merasa dia mulai percaya padaku.
Beberapa bulan setelah itu, aku berhenti bekerja dan mencari pekerjaan di tempat lain sehingga kami tidak lagi mengadakan sesi curhat. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi setelah satu minggu aku merasa ada yang hilang dalam diriku. Hariku terasa tidak lengkap tanpa mendengar curhat dari dia.
Seperti gayung bersambut, saat aku teringat dia, tiba-tiba dia SMS dan mengatakan dia kangen padaku. Aku tidak menanggapi serius kata-katanya karena memang dia tipe orang yang suka bercanda. Dari situ SMS kami berlanjut, mulai dari hal yang tidak penting sampai hal-hal yang sifatnya pribadipun dibicarakan.
Entah kapan atau bagaimana awalnya, kami sepakat untuk saling menghubungi dan mengungkapkan pujian satu sama lain meskipun itu hanya lewat telepon. Tidak jarang kami saling menggoda.
Selasa, 29 Desember 2013, kami janjian untuk ketemu dan berencana untuk pergi berjalan-jalan layaknya orang pacaran. Pukul 09.45 WIB persis aku putuskan datang ke rumahnya. Waktu itu suasana gerimis, udara di luar begitu dingin. Diya yang tinggal hanya dengan anak dan istrinya, waktu itu sedang sendiri. Istrinya yang seorang guru SD sedang mengajar dan anaknya yang berusia delapan tahun sedang sekolah.
Aku masuk ke rumahnya dan Diya mempersilakan aku duduk. Aku duduk di ruang tamu dan kami kemudian mengobrol. Dari caranya berdiri dan berjalan kulihat Diya begitu gelisah. Diya berdiri di dekatku, begitu dekatnya tapi tidak ada yang dia lakukan. Hanya saja dari deru nafasnya yang memburu aku bisa menebak apa yang sedang terjadi padanya.
Begitulah, di pagi yang dingin itu aku tergetar dan larut dalam cumbuan Diya. Aku tidak mampu berpikir, aku mengikuti naluri hewani dalam diriku yang bergejolak. Dan begitulah untuk pertama kalinya kami melakukan hubungan terlarang itu. Dan untuk pertama kalinya aku merasa api dalam diriku yang selama ini begitu gersang membakarku karena air yang tersedia tidak cukup hebat meluluhkan kobaran yang menggelora, akhirnya padam oleh Diya.
Ini memang sebuah dosa. Tapi sejak itu hubungan kami semakin dekat, meskipun terjadi pasang surut tapi tidak mengurangi ketertarikan dan keinginan kami untuk melakukannya lagi.
Dalam kurun waktu lima bulan, kami telah melakukannya sebanyak delapan kali. Bahkan aku masih ingat setiap tanggal saat kami menikmati semuanya. Perselingkuhan yang kulakukan sangat rapi kusembunyikan tanpa bisa dicurigai oleh orang lain.
Saat ini kami tidak lagi saling menghubungi. Pertemuan terakhirku adalah tanggal 29 April 2014 saat kami janjian makan siang. Dan yang membuat aku terkejut adalah saat Diya secara blak-blakkan menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya. Diya memberitahuku bahwa ternyata istrinya sudah lama mengetahui hubungan gelap antara aku dan Diya.
“Istriku minta aku menceraikannya. Ia bilang sudah lama tahu, tapi karena keadaannya yang seperti itu ia tak berani komplain. Ia membiarkan saja,” cerita Diya dengan nada gusar.
“Lalu?” selidikku.
“Ia minta cerai. Dan.....,” ujarnya terbata.
“Dan apa?” tanyaku heran.
“ia bilang, suamimu juga sudah tahu perselingkuhan kita. Apakah kamu sudah tahu?”
Seperti disambar geledek aku terkesiap dan pucat mendengar penuturan Diya. Ya, Tuhan, apa yang akan terjadi padaku?
Dan, ternyata benar kekhawatiranku. Dua hari setelah pertemuanku dengan Diya itu, suamiku langsung menyatakan talak tiga. Ia mememutuskan pergi dari rumah dengan membawa anak kami. Ia tak melontarkan kata-kata makian atau amarah.
“Aku sudah tahu semua. Dan kunyatakan, kita cerai! Aku bawa anakku!” itu saja kalimatnya. Ia tak berkata apa-apa lagi, atau mengungkit-ungkit apa saja yang sudah diketahuinya. Itu saja yang diucapkannya. Dan Ia pergi. Aku yang seperti tersangka tak dapat berbuat apa-apa atau sekedar menjawab. Perasaan berdosa dan bersalah membuatku lunglai tak berani menyanggah.
Kini, setahun setelah kejadian itu, aku masih tergugu dengan keadaanku. Kenikmatan sesaat akhirnya membuat aku mengkhianati kesucian perkawinanku dengan Firman, suamiku. Dan mengkhianti sesama wanita, istri Diya. Bertumpuk kesalahan dosa membuatku merasa tak berarti,
b story
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Support by
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment